Belanja "Online" yang Menguntungkan untuk Millennial
Kondisi Pasar Glodok yang termasyur sebagai pusat jual-beli produk elektronik di Jakarta cukup memprihatinkan. Banyak kiosnya kini tutup. Pemandangan serupa juga terlihat di Pasar Tanah Abang yang menjadi pasar retail terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sejumlah kios di Tanah Abang tutup.
Penyebab utama yang membuat pedagang lebih suka menutup kiosnya tentu saja daya beli masyarakat yang menurun. Kalau mau ditelisik lebih dalam lagi, ternyata penyebabnya yaitu pengetatan barang-barang impor ilegal dan maraknya situs penjualan online atau e-commerce dan marketplace. Yang disebut terakhir ini memang boleh dikata menjadi penyebab utamanya.
Segendang sepenarian konsultan analisis data dan digital IlmuOne Data dalam survei terbarunya di 2017 ini menemukan pertumbuhan siginikan e-Commerce dan marketplace barang konsumsi di Indonesia. Lazada, Blibli, Tokopedia, Elevania, MatahariMall, Shopee, Bukalapak, Zalora, Qoo10, dan Blanja masik dalam 10 besar e-Commerce dan marketplace di Indonesia dengan pertumbuhannya yang signifikan.
Tidak tanggung-tanggung, 5 e-Commerce dan marketplace pertama rata-rata pengunjung uniknya tumbuh 97 persen dimana Lazada nangkring di puncaknya dengan 21,2 juta pengunjung unik.
Data ini jelas menunjukkan pergeseran tren belanja offline ke belanja online. Kemudahan dan fleksibilitas yang ditawarkan e-Commerce dan marketplace mampu menyedot konsumen. Tak mengherankan, Sarinah pun kepincut dan berencana mendirikan toko online untuk menjajakan produk-produk yang dipasarkannya. Tak mengherankan pula, JD.id getol menggeber iklannya. Alhasil, website dan aplikasi belanja online yang menawarkan beragam keuntungan dan fleksibilitas pun tumbuh subur.
Sambung bergayut, Trendsource 2017 Retail Industry Report menemukan aktor di balik kesemarakan belanja online adalah generasi milenial (lahir pada rentang 1980-2000). Generasi milenial yang tak bisa lepas dari gadget menjadi pelopor kesemarakan belanja online.
Dalam perkembangannya istilah milenial ini tidak lagi merujuk pada penanda kapan sesorang lahir. Kini istilah milenial telah menjadi gaya hidup. Millennial is a lifestyle.
Sebagai suatu gaya hidup dimana pemenuhan banyak kebutuhan hidup menjadi mudah dan gampang karena gawai, transaksi belanja online pun semakin meningkat. Sayangnya, dari sisi transaksi, ada satu hal yang belum banyak disadari bahwa pembayaran item belanja online dengan cara transfer ATM antarbank menggerus saldo karena ada biaya admin.
Transfer duit antarbank untuk belanja online-mu dengan kartu ATM tidak gratis. Sekali transfer, biaya yang harus ditanggung minilal Rp. 6.500. Kalau dalam sehari melakukan 5 kali transfer untuk belanja online, tak sedikit uang yang harus dikorbankan. Belum lagi, kalau dalam sebulan, transaksi onlinenya bisa mencapai puluhan. Tak sedikit bukan uang yang harus dikeluarkan?
Terobosan platform modern seperti IPOTPAY perlu diapresiasi karena memungkinkan transfer uang untuk item belaja online di Lazada, Blibli, Tokopedia, Elevania, MatahariMall, Shopee, Bukalapak, Zalora, Qoo10, Blanja, JD.id dan lain-lainnya gratis alias tak berbayar.
Transfer uang yang ditawarkan IPOTPAY dengan fitur Transfernya, bahkan antar bank sekalipun, gratis. Terobosan semacam ini boleh jadi menjadi momok bagi dunia perbankan yang masih ngotot mempertahankan transfer antar bank yang masih berbayar. Uniknya lagi, uang yang simpan di platform IPOTPAY dan belum digunakan untuk transaksi online, mendapatkan imbal hasil (return) 7-10 % pertahun.
Penulis berpendapat, inovasi berbasis fintech yang akan memudahkan dan mendatangkan keuntungan bagi milenial perlu digeber karena era belanja online itu sudah tak terbendung lagi karena kemudahan dan fleksibilitasnya.